wahyusuwarsi.com

REVIEW NOVEL AYAHKU (BUKAN) PEMBOHONG KARYA TERE LIYE

 

Ayahku (Bukan) Pembohong


IDENTITAS BUKU

Judul: Ayahku (Bukan) Pembohong
Penulis: Tere Liye
Tokoh utama: Ayah, Dam dan Ibu
Tokoh pendamping: Zas, Qon dan Tanii
Tebal buku: 299 halaman (31 bab dan 1 epilog)
Penerbit: Sabak Grip Nusantara
Cetakan: ke-6 Pebruari 2024
Sampul: soft cover

Melihat sampul buku ini sangat menarik. Desainnya berlatar biru muda dengan gambar beberapa layang-layang dan sebuah rumah di tengah-tengah pepohonan. Tentu isinya pun sangat menarik, seperti kita tahu buku-buku karya Tere Liye selalu best seller.

SINOPSIS

Novel yang mengisahkan seorang anak yang dibesarkan dengan dongeng-dongeng kesederhanaan hidup. Kesederhanaan itulah yang justru membuat Dam membenci ayahnya sendiri. Ini adalah kisah tentang hakikat kebahagiaan sejati.

Dam adalah seorang anak tunggal yang hidup dalam kesederhaaan bersama ayah ibunya, Mereka tinggal di sebuah rumah sederhana dan hidup bersahaja. Ayahnya pernah mendpat beasiswa sekolah hukum di luar negeri, akan tetapi beliau tidak mau menjadi hakim dan memilih bekerja sebagai pegawai biasa. Ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang beberapa tahun ini sering sakit.

Dam dibesarkan dengan cerita-cerita dari ayahnya berisi tentang makna kehidupan. Cerita itu dikemas sangat menarik untuk anak seusia Dam pada waktu itu, yang terkesan tidak masuk akal. Ayahnya bercerita tentang kisah hidup Sang Kapten, yaitu sebuah julukan untuk seorang pemain sepak bola dunia favorit Dam. Waktu itu Dam sangat ingin masuk menjadi anggota klub renang terkenal di kotanya, yang tentunya harus melalui seleksi yang ketat untuk dapat menjadi anggota klub tersebut.

Ayah bercerita bahwa sewaktu kecil Sang Kapten ditolak masuk klub sepakbola hanya karena tinggi badannya yang kurang. Namun dia tidak putus asa, terus berlatih dan berlatih hingga akhirnya dapat membuktikan bahwa Sang Kapten layak dipertimbangkan, dan berhasil masuk klub. Ayah bercerita bahwa Sang Kapten adalah sahabat ayahnya sewaktu sekolah di luar negeri. Rumahnya tak jauh dari apartemen ayah dan Sang Kapten bekerja sebagai pengantar sup di sebuah restoran.

Ada lagi cerita ayah tentang Lembah Bukhara, yaitu lembah di sebuah negeri. Lembah yang indah dan dikelilingi delapan gunung, enam air terjun dan diselimuti kabut putih. Sejauh mata memandang hanya hamparan ladang yang subur, rumah-rumah panggung dari kayu yang eksotis dan lenguh suara burung serta hewan yang hidup bebas. Itu adalah Lembah Bukhara yang tersembunyi dari peradaban manusia. Dan ayah pernah datang ke lembah itu (bab 15 halaman 134).

Cerita menarik lainnya adalah tentang Suku Penguasa Angin (bab 17 dan bab 18, yang terdapat pada halaman 145 sampai dengan 162). Suku Penguasa Angin adalah suku besar yang memiliki sembilan perkampungan dengan masing-masing seribu penduduk. Mereka menguasai padang penggembalaan yang luas. Mereka menggembala dengan menunggangi layang-layang. Pemandangan di padang penggembalaan sangatlah indah, dengan empat gunung berselimut salju, empat danau membiru. Saat musim dingin, danau itu akan menjadi hamparan lapangan es. Ayah bercerita bahwa beliau pernah kesana dan mengenal Kepala Suku Penguasa Angin yang bernama Tutekong.

Setelah lulus SMP, Dam meneruskan sekolah di Akademi Gajah yaitu sebuah sekolah berasrama antah berantah di luar kota. Selama tiga tahun bersekolah di sini banyak pengalaman yang didapatkan Dam. Sering melanggar aturan asrama sehingga sering dihukum. Salah satunya adalah dihukum membersihkan perpustakaan. Hingga Dam menemukan beberapa buku tua yang isinya persis seperti cerita-cerita ayah yang pernah didengarnya. Dam mulai meragukan kebenaran cerita ayah, apakah selama ini ayahnya berbohong dan hanya mengarang-ngarang cerita saja. Karena ternyata cerita itu ada di buku yang ditemukannya, dan ayahnya mengarang cerita seolah-olah terlibat di dalam dongengannya, dan pernah berkunjung ke daerah yang ada dalam ceritanya. Nanti pada saat pulang liburan sekolah, Dam ingin menanyakan hal ini pada ayahnya. Dam sudah mulai tidak percaya dengan cerita-cerit ayahnya.

Tahun ke 3 di Akademi Gajah sebulan sebelum kelulusan, Dam mendapat kabar bahwa ibunya sakit dan dirawat di rumah sakit. Dam pun segera pulang dan tak lama setelahnya ibunya meninggal dunia.

Beberapa tahun kemudian Dam menikah dengan Tanii, teman kecilnya juga teman sekolah. Dari pernikahan itu mereka dikaruniai dua orang anak yaitu Zas (laki-laki) dan Qon (perempuan). Saat ini ayah tinggal bersama keluarga kecilnya. Setiap malam, anak-anak Dam selalu mendengarkan cerita dari kakeknya. Cerita yang sama seperti yang diceritakan pada Dam saat seumuran Zas dan Qon. Termasuk cerita pemain bola yang bernama “Si Nomor Sepuluh” yang adalah keponakan dari “Sang Kapten.”

Begitupun saat ayah bercerita pada cucu-cucunya bahwa nenek mereka dahulu adalah seorang bintang televisi yang sukses dan tenar. Nenek memilih berhenti menjadi bintang televisi, karena beliau memilih menikah dengan orang biasa dan hidup sederhana.

Sudah 20 tahun berlalu namun Dam masih membenci ayahnya, yang menurut Dam ayahnya adalah pembohong. Sebenarnya Dam tak setuju bila ayahnya tinggal bersama mereka, Dam khawatir dengan perkembangan anak-anaknya yang selalu disuguhi cerita-cerita ayahnya (yang menurut Dam adalah cerita bohong). Menurutnya pendidikan yang diajarkan saat ini, sangat berbeda dengan masa lalu. Saat ini adalah zaman internet, dimana semua informasi bisa didapatkan hanya dengan menulis sebuah kata kunci.

Singkat cerita, suatu malam Dam bertengkar hebat dengan isterinya dan mengusir ayahnya dari rumah. Malam itu di tengah hujan deras dan petir menyambar-nyambar, ayahnya pergi meninggalkan rumah Dam menuju rumah kecil miliknya. Rumah kecil yang penuh kenangan bersama ibunya dan Dam kecil.

Sepeninggal ayahnya dari rumah itu, Dam membuka layar laptop dan berselancar di internet. Mengetikkan nama lengkap ibunya di mesin pencarian, mencari tahu kebenaran berita tentang ibunya. Dan apa yang didapatnya? Dua belas ribu hasil pencarian muncul. Berita-berita yang pernah memuat tentang Ibu, artikel yang menulis tentangnya, kritikan, pujian, dan foto-foto ibu yang cemerlang bahkan cuplikan serial yang pernah dibintanginya (halaman 282). Dam tersedak dan kaget.

Telepon berdering, yang mengabarkan bahwa ayah pingsan di pemakaman di kota dan dibawa ke rumah sakit. Sepanjang hari Dam menunggui ayah di rumah sakit, hingga ayahnya siuman dan ingin bertemu dengannya. Tubuh ayah dililit infus dan belalai. Saat itu ayah sempat bercerita pada Dam tentang hakikat kebahagiaan. Dam bersedia mendengarkan.

Saat pemakaman ayah, antrean pelayat mengular panjang. Hingga tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan pengawal berusaha membuat pagar betis. Apa yang terjadi? Tampak pemain sepak bola terhebat di dunia bergerak maju menuju Dam. Ya, pemain bola idola Zas dan Qon yaitu “Si Nomor Sepuluh” ikut bersama pelayat untuk menyampaikan rasa duka cita mendalam kehilangan ayah. Di belakangnya tampak pemain idola Dam yaitu “Sang Kapten” yang tak lain adalah paman dari si “Nomor Sepuluh” memeluk Dam mengucapkan duka cita mendalam atas wafatnya sahabatnya. Dam berkata dalam hati “ayahku bukan pembohong.”

KESAN MEMBACA NOVEL INI

Buku ini mempunyai alur cerita maju mundur. Saya terkesan dengan tokoh Ayah yang mendidik anaknya dengan kesederhanaan. Cara mendidik dengan bercerita yang maknanya adalah tentang kerjakeras, perjuangan hidup, semangat, optimisme dan kesederhanaan.

Dam juga seorang anak yang pekerja keras. Sejak kecil sudah biasa mandiri, menjadi loper koran sambil sekolah, membantu mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan yang lainnya. Dam mempunyai semangat tinggi untuk meraih cita-citanya, antara lain adalah menjadi anggota klub renang ternama di kotanya. Setelah melewati seleksi ketat dan mengalahkan perenang lainnya, akhirnya Dam bisa mewujudkan mimpinya menjadi anggota klub renang tersebut. Hal ini diilhami oleh cerita ayah tentang Sang Kapten seorang pemain sepak bola dunia. Perjuangannya untuk bisa masuk klub sepak bola dunia, menginspirasi Dam untuk mewujudkan impian menjadi perenang klub terbesar di kotanya.

Pada awalnya mungkin pembaca berpendapat bahwa memang cerita-cerita ayah adalah bohong. Ada cerita-cerita ayah yang selalu melibatkan dirinya, seolah-olah ayah memang benar-benar masuk ke dalam cerita tersebut. Tetapi ada juga cerita-cerita tentang keteladanan yang tidak melibatkan dirinya.

Seperti Dam yang berpikiran bahwa ayahnya berbohong tentang cerita Sang Kapten, Si Nomor Sepuluh dan cerita tentang masa lalu ibunya. Cerita diakhiri dengan plot twist yang menyatakan bahwa Ayah bukan pembohong.

Karya-karya Tere Liye selalu disajikan dengan cerita yang apik dan bukunya banyak yang best seller. Segera beli dan baca bukunya, dijamin tidak kecewa dan puas.

6 komentar

  1. Bagus ya ceritanya, penasaran banget dengan sosok ayah ini. Cerita Tere Liye memang bagus-bagus sih

    BalasHapus
  2. Wah q belum baca novelnya tere liye. Novelnya tere liye ini banyak banget yang suka ya. Q sekilas baca resensinya tokoh ayah ini punya cara bijak dalam mendidik anaknya. Jadi pengen baca novelnya nih... ❤️🙏🏻

    BalasHapus
  3. Aku juga suka baca buku Tere Liye. Tapi yang ini belum pernah baca. Dibayanganku ayah Dam adalah ayah yang keren, walau Dam pernah menganggapnya sebagai pembohong. Aku kayaknya harus baca buku ini deh

    BalasHapus
  4. Saya sudah baca buku ini, lama sekali. Sudah dibaca anak saya juga karena bagus dan imajinatif ceritanya. Petualangan Dam sangat seru tuk diikuti

    BalasHapus
  5. Kok sedih ya baca resensinya, padahal saya belum baca novelnya secara keseluruhan. Mungkin karena sosok ayah yang diceritakan jadi buat saya sedih ketika baca

    BalasHapus
  6. Ceritanya benar-benar plot twist parah sih, awalnya saya juga mengira bahwa sang Ayah adalah pembohong, terlebih banyak bukti yang mengarah ke sana. Ternyata di akhir, beneran ada dong pemain no 10 nya

    BalasHapus