SOLO TAHUN 1971
Saya ingin menceritakan tentang almarhumah ibu saya yang sudah berpulang 25 tahun yang lalu. Widarsih adalah nama kecil ibu. Beliau seorang wanita sederhana yang mempunyai sifat bijaksana, keibuan dan sangat penyabar. Mengingatnya selalu membuat saya terharu dan meneteskan air mata, walaupun kepergiannya sudah berlalu 25 tahun yang lalu.Sejak menikah dengan bapak saya, ibu menjadi wanita rumahan atau ibu rumah tangga. Beliau mengurus semua pekerjaan rumah tangga tanpa bantuan ART, dan mengurus semua kebutuhan kami berempat. Saya adalah anak sulung bapak dan ibu, yang mempunyai 3 orang adik.
Bapak adalah seorang anggota ABRI dari Angkatan Darat, yang sering dinas ke luar kota. Bahkan kami berempat tak pernah ditunggui bapak, saat kelahiran kami. Ibu berjuang melahirkan kami ditemani eyang kakung dan eyang putri. Tetapi Alhamdulillah kami anak-anaknya semua sehat wal’afiat tak kurang suatu apapun, walaupun saat itu keluarga kami hidup dengan sederhana di sebuah asrama tentara di Solo.
Awal saya masuk sekolah TK, waktu itu sekitar tahun 1971, ibu selalu mengantarkan saya ke sekolah. Saya masih ingat sekali, beliau selalu mengantar saya ke sekolah naik sepeda. Waktu itu belum begitu banyak yang punya sepeda motor, dan keluarga saya hanya punya sepeda. Saya dibonceng duduk di belakang, kemudian diikatkannya kaki dan perut saya ke sepeda, supaya tidak jatuh. Saat-saat itu adalah masa-masa sulit keluarga saya, karena bapak sedang ditugaskan dinas ke luar kota.
PINDAH KE SEMARANG
Awal tahun 1975 keluarga kami pindah ke Semarang, mengikuti tempat dinas bapak yang dipindah ke kota lunpia ini. Saya dan adik-adik juga pindah sekolah, yang waktu itu kami masih duduk di bangku SD.Sebagai seorang istri anggota ABRI, ibu dituntut untuk berorganisasi di kantor bapak. Hampir setiap hari waktunya dihabiskan untuk mengikuti kegiatan di beberapa organisasi. Akan tetapi ibu juga tak melupakan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Semua pekerjaan rumah tangga selalu beres dan selesai tepat waktu. Ibu berangkat untuk berkegiatan setelah semua tugas domestik beres, Sedangkan kami anak-anak berangkat sekolah diantar becak langganan, yang kebetulan adalah tetangga dari kampung sebelah.
Sesibuk apapun dalam berorganisasi, saat sore hari ibu masih menyempatkan untuk mengantarkan kami kursus menari Jawa dan musik. Sewaktu kami SD, ibu memang mendaftarkan kami kursus menari Jawa dan musik. Sedangkan untuk mengaji, ada guru mengaji yang dipanggil ke rumah.
Kekaguman saya pada ibu tak pernah lekang oleh waktu. Hingga kini pun saya masih sering teringat beliau. Bangun tidur di sepertiga malam untuk sholat malam, hingga adzan subuh kemudian sholat subuh, dan setelah itu sibuk di dapur menyiapkan masakan untuk kami sekeluarga, menyiapkan bekal sekolah untuk kami berempat. Ibu memang selalu membiasakan kami membawa bekal ke sekolah, agar lebih hemat dan lebih bersih. Hingga saya menikah, kebiasaan itu saya terapkan pada anak-anak saya ketika masih sekolah. Mereka saya biasakan untuk bawa bekal dari rumah.
Sehari-hari ibu selalu tidur larut malam setelah semua anggota keluarga terlelap. Tak lupa menyiapkan semua kebutuhan kami untuk esok hari. Menyiapkan seragam sekolah dan menyiapkan bahan masakan untuk esok hari. Semua disiapkannya sendiri tanpa dibantu orang lain. Alhamdulillah beliau jarang sakit dan selalu sehat.
Saat saya menikah (tahun 1997), ibu masih bisa memberi doa restunya dan menunggui, begitupun dengan pernikahan kedua adik saya yang lain. Hanya pernikahan adik bungsu kami, yang tidak ditunggui oleh ibu. Tahun 1999 beliau pergi meninggalkan kami semua karena serangan jantung. Selama ini beliau tak pernah mengeluh, atau bahkan mungkin menahan rasa sakitnya, dan tak pernah mau periksa ke dokter. Karena beliau merasa sehat dan baik-baik saja. Tapi ternyata Alloh berkehendak lain, memanggil Ibu di usia 59 tahun.
Begitulah cerita saya tentang ibu saya, yang hebat dan tangguh. Ibu yang sangat saya kagumi, sangat saya cintai, yang kasihnya abadi sampai kapan pun saya tak bisa membalasnya. Semoga beliau tenang di sisi Alloh Subbhana Wa Ta’ala dan husnul khotimah. Aamiin Yaa Robbal Al’aamiin.
PENUTUP
Selama hidupnya, ibu jarang sekali marah dan selalu sabar terhadap kami anak-anaknya. Tak penah menyusahkan orang lain, bahkan saat meninggalpun tak menyusahkan kami. Namun kamilah yang merasa sangat kehilangan, karena beliau meninggal sangat mendadak.Begitulah cerita saya tentang ibu saya, yang hebat dan tangguh. Ibu yang sangat saya kagumi, sangat saya cintai, yang kasihnya abadi sampai kapan pun saya tak bisa membalasnya. Semoga beliau tenang di sisi Alloh Subbhana Wa Ta’ala dan husnul khotimah. Aamiin Yaa Robbal Al’aamiin.
Posting Komentar